Rabu, 06 Februari 2013

Skripsi AKBID


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Setiap orang mengalami sesuatu yang di sebut stres sepanjang kehidupannya. Kita mendengarkan topik ini sebagai bahan pembicaraan sehari – hari, baik di radio, televisi, surat kabar dan diberbagai konferensi maupun dikalangan universitas. Siswa mungkin mengalami stres saat hubungannya dengan teman sekolahnya tidak berjalan dengan baik, saat mereka harus melaporkan pendidikannya, atau saat ujian akhir akan tiba.Tetapi reaksi seseorang terhadap peristiwa stres sangat berbeda, sebagian orang yang menghadapi peristiwa stres mengalami masalah psikologis dan fisik serius, sedangkan orang lain yang berhadapan dengan peristiwa stres yang sama tidak mengalami masalah apa – apa dan bahkan mungkin merasa peristiwa itu sebagai sesuatu yang menantang dan menarik (Zuyina, 2010; h.61).
Data dari Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 terdapat penyandang masalah kesejahteraan sosial tersebar dalam 27 jenis. 27 jenis tersebut diantaranya termasuk penyandang psikotik. Di Jawa Tengah tercatat 704.000 orang mengalami ganguan kejiwaan, dan dari jumlah tersebut sekitar 96.000 diantaranya didiagnosa telah menderita kegilaan, 608.000 orang mengalami stres (Bahrul, 2011; h.3).

1

Stres dapat terjadi dimanapun dan pada siapapun, juga pada mahasiswa. Mahasiswa dengan kesulitan menyesuaikan diri dapat merupakan stressor tersendiri yang akan menghambat proses belajar. Keberhasilan proses belajar mengajar sebagai tujuan utama pendidikan tidaklah semata – mata ditentukan oleh faktor – faktor yang bersifat akademik, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor non akademik. Dalam faktor non akademik dapat bersifat ekstrenal maupun internal. Faktor eksternal dapat berupa dukungan maupun hambatan lingkungan, fasilitas, sistem sosial ekonomi, kondisi alam dan sebagainya. Adapun faktor internal dapat berupa kondisi kesehatan jasmani maupun kondisi kesehatan psikis atau emosional. Faktor internal memegang peranan yang paling menentukan dalam keberhasilan proses belajar mengajar karena kesehatan psikis seorang mahasiswa dapat berubah dengan adanya perubahan lingkungan (Sumarni 1998 dalam Tyas 2009; h.1).
Stressor yang dialami mahasiswa sangat besar dampaknya, hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Hadiyanto. Penelitian tersebut mendapatkan data sebanyak 3% mahasiswa mengalami stres berat dan akan bertambah jika institusi pendidikan tidak melakukan pencegahan stres terhadap mahasiswa keperawatan. Stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh individu akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif pada mahasiswa secara kognitif antara lain sulit berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan, frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia. Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi (Bahrul, 2011; h.5).
Insomnia merupakan kesulitan memulai dan mempertahankan tidur, atau persepsi kualitas tidur yang buruk. Insomnia dipengaruhi oleh stres yang cukup tinggi, di antaranya adalah mahasiswa stres karena tugas belajar mereka yang begitu banyak. Dari itu tampak kalau mahasiswa mengalami stres yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas belajar mereka. Pada akhirnya banyak dari mahasiswa yang sedang belajar mengalami stres dan akibatnya terkena insomnia. Mahasiswa dalam belajar menjadi individu yang rentan terhadap gangguan tidur atau insomnia sehingga strespun tidak dapat dihindari (Imam, 2011; h.5).
Sebuah situs berita online, Bataviase, pada Desember 2009 melansir bahwa 1 dari 5 warga Taiwan menderita insomnia. Dokter Lee Hsin-Chien mengatakan presentase penderita insomnia di Taiwan lebih tinggi di bandingkan presentase dunia, sekitar 10-15%. Di Indonesia sekitar 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita insomnia (data 2008), dan meningkat dari tahun ke tahun (Widya G, 2010; h.31-32).
Data awal pengamatan peneliti dari hasil wawancara pada 10 mahasiswa Akademi Kebidanan An Nur terdapat 65% mahasiswa mengalami kesulitan untuk tidur, tidak bisa tidur nyenyak dan pusing, pemikiran hanya berpusat pada tugas belajar saja, mudah marah, malas atau tidak bersemangat lagi untuk belajar.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan antara Stres Adaptasi Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi”.
B.   Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut : Adakah hubungan antara stres adaptasi belajar dengan insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi?
C.   Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara stres adaptasi belajar dengan kejadian insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
2.    Tujuan Khusus
a.    Mengidentifikasi  kejadian stres adaptasi belajar pada mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
b.    Mengidentifikasi kejadian insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
c.    Mengidentifikasi hubungan stres adaptasi belajar dengan insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
D.   Manfaat Penelitian
1.    Bagi Mahasiswa
      Penelitian ini diharapkan dapat di jadikan sebagai evaluasi oleh mahasiswa karena begitu banyaknya dampak negatif dari stres adaptasi belajar.
2.    Bagi Peneliti
      Hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti.
3.    Bagi Institusi Pendidikan
a.   Sebagai bahan informasi tentang kejadian stres adaptasi belajar dan insomnia yang dialami oleh mahasiswa.
b.   Untuk menambah kepustakaan tentang kajian stres adaptasi belajar dan insomnia sehingga dapat memberikan masukan bagi peneliti di masa mendatang mengenai pengaruh stres terhadap mahasiswa.
E.   Keaslian Penelitian
1.      Bahrul (2011), dengan judul Hubungan Tingkat Stres dengan Insomnia pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro angkatan tahun 2009 dan 2010 dan memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu sebanyak 145 responden. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik Fisher-Exact. Hasil penelitian ini adalah: 34 responden (23,4%) mengalami stres ringan, 31 (21,4%) responden mengalami stres sedang, 3 responden (2,1%) mengalami stres berat, 1 responden (0,7%) mengalami stres sangat berat, dan 62 responden (42,8%) mengalami insomnia. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Perbedaan terdapat pada metode penelitian yaitu deskriptif korelasi, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode survei analitik. variabel penelitian yaitu tingkat stres sedangkan pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah stres adaptasi belajar . Subyek penelitian adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro sedangkan penelitian ini pada mahasiswa Akademi Kebidanan Annur Purwodadi.
2.    Purnomo (2011), dengan judul Hubungan Perilaku Merokok, Stres dengan Insomnia pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dan stres dengan insomnia pada mahasiswa FIK UMS. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian adalah mahasiswa laki-laki FIK UMS dengan populasi sebanyak 404 mahasiswa. Sampel penelitian sebanyak 97 yang dipilih dengan teknik pengambilan sampel Proporsional Stratifitied Random Sampling. Analisis statistik yang digunakan adalah Chi Square (χ2). Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat hubungan antara perilaku merokok (p=0,002) dan stres (p=<0,001) dengan insomnia pada mahasiswa FIK UMS. Sementara itu tidak terdapat hubungan antara perilaku merokok (p=0,223) dengan stres pada mahasiswa FIK UMS. Perbedaan terdapat pada metode penelitian yaitu menggunakan metode observasional sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode survei analitik. Subyek penelitian yaitu mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta sedangkan pada penelitian ini subyek penelitiannya adalah mahasiswa Akademi Kebidanan Annur Purwodadi. Variabel penelitian independent yaitu perilaku merokok, stres. sedangkan pada penelitian ini adalah stres adaptasi belajar..


 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Tinjauan Teori
1.    Stres
a.    Pengertian Stres
Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku dan subjektif terhadap stresor, konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres, semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003).
Stres umum merupakan suatu peristiwa atau situasi kehidupan yang penuh dengan stres eksternal atau internal, akut atau kronis dan menciptakan tantangan di mana organisme tidak dapat berespon secara adekuat (Harold dkk, 2010: h.29)
Menurut Selye (1976) dalam Potter & Perry (2005) stres adalah segala situasi di mana tuntutan non spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan.   
Menurut Zuyina (2010), masyarakat sekarang yang terpacu cepat menciptakan stres bagi banyak anggotanya. Kita terus menerus di tekan untuk mencapai labih banyak dalam waktu yang semakin sedikit. Akhirnya kadang – kadang mengalami peristiwa stres berat dan dapat menyebabkan emosi yang menyakitkan.  

 8
Stres adalah kemampuan diri dan penyesuaian diri yang memerlukan respons. Stres itu istilah populer dari adanya ketegangan dalam perilaku dan bentuk perasaan yang bergejolak menekan-menekan berupa ketegangan (Tri, 2009: h.105).
b. Tahap Stres
            Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Agoes (2003) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:
1)    Stres tahap pertama (paling ringan)
Stres tahap pertama yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2)    Stres tahap kedua
Stres tahap kedua yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk, dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
3)    Stres tahap ketiga
Stres tahap ketiga yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
4)    Stres tahap keempat
Stres tahap keempat yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
5)    Stres tahap kelima
Stres tahap kelima yaitu tahpan stres yang di tandai kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa cemas dan takut, bingung dan panik.
6)    Stres tahap keenam (paling berat)
      Stres tahap keenam yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, serta pingsan atau collaps.
c.   Tingkatan Stres
Menurut Potter & Perry (2005) ada beberapa macam tingkatan stres antara lain :


1)    Stres ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya: lupa, kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
2)    Stres Sedang
Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit , atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga merupakan situasi stres sedang.
3)    Stres Berat
Merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama.
d.  Sumber Stres (Stresor)
Stresor adalah stimulasi yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stresor menunjukan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural. Stresor secara umum dapt di klasifikasikan sebagai internal dan eksternal (Potter & Perry, 2005; h.476).
1)    Stresor internal
      Berasal dari dalam diri seseorang misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah.
2)    Stresor eksternal
      Berasal dari luar diri seseorang misalnya perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dalam pasangan.
3)    Faktor yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stresor
(a)  Intensitas
Pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stresor sebagai suatu yang positif sehingga memberikan respon yang positif pula terhadap stresor tertentu. Suatu stresor yang bersifat negatif dan menjadikan stres bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain.
(b)  Sifat
Sifat dari stresor juga mempengaruhi respon. Ada beberapa stresor yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stresor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stresor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisik maupun psikis. Secara negatif stres dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan.
(c)  Durasi
            Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stresor atau sampai menjadikan seseorang mengalami stres. Frekuensi perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan stres.
(d)  Jumlah
Mengandung pengertian stresor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stres yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan (Potter & Perry, 2005; h.478).
e.   Manajemen Stres
Menurut Potter & Perry (2005), secara umum teknik penatalaksanaan stres mencakup kebiasaan promosi kesehatan yang dapat mengurangi dampak stres pada kesehatan fisik dan mental. Teknik ini sering menjadi pendekatan yang masuk akal yang memberi dasar untuk hidup dalam situasi stres rendah. Syarat umum untuk penatalaksanaan stres termasuk, olahraga teratur, humor, nutrisi dan diet yang baik, istirahat yang cukup, dan teknik relaksasi.

1)    Olahraga teratur
Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan, dan meningkatkan relaksasi. Selain itu, olahraga juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler dan meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
2)    Humor
        Humor adalah terapi yang di terkenal dalam literatur umum oleh Norman Cousins (1979). Kemampuan untuk menyerap hal – hal lucu dan tertawa melenyapkan stres (Robinson, 1990: Dahl & O’Neal, 1993)
3)    Nutrisi dan diet
Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk aktivitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan memberikan nutrisi ke jaringan tubuh.
4)    Istirahat
Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebiasaan juga penting untuk menangani stres. Seseorang yang mengalami stres harus di dorong untuk meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks secara mental.


5)    Teknik relaksasi
        Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres.
6)    Spiritualitas
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stres (Dahl & O’Neal, 1993). Praktik seperti berdoa, meditasi, atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermanfaat bagi klien.
2.    Adaptasi Belajar
a.      Pengertian adaptasi belajar
Adaptasi adalah pertama- tama, proses, dan bukan bagian fisik dari tubuh. Perbedaan dapat di lihat dalam parasit internal (seperti kebetulan), dimana struktur tubuh sangat sederhana, tapi tetap organisme. Yang sangat beradaptasi dengan lingkungan yang tidak biasa. Dari sini kita melihat adaptassi yang tidak hanya masalah sifat terlihat, dalam parasit seperti adaptasi kritis terjadi dalam siklus hidup, yang sering cukup rumit (Adenbagus, 2010).
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespons terhadap stres. Karena banyak stresor tidak dapat di hindari, promosi kesehatan sering di fokuskan pada adaptasi individu, keluarga, atau komunitas terhadap stres (Potter & Perry, 2005).
Sedangkan belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor yang tidak termasuk latihan (Nasution, 1995).
 Belajar adalah suatu proses yang aktif. Belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, sehingga belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami perubahan tingkah laku (Riduwan, 2011)
b.     Adaptasi pembelajaran siswa berkesulitan belajar
Menurut Suherman (2009), siswa berkesulitan belajar terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1)         Faktor eksternal, yaitu karena kurikulum, metode, dan kurangnya motivasi belajar. Pada siswa yang berkesulitan belajar karena faktor eksternal, biasanya dapat di tangani oleh guru kelas/guru mata pelajaran sendiri dengan di berikannya bimbingan secara intensif biasanya kelompok ini disebut kesulitan belajar temporer.
2)    Faktor Internal, yaitu karena faktor psikologis atau karena terganggunya sensorik pada otak, sedangkan siswa berkesulitan belajar karena faktor internal biasanya penanganannya harus dibantu oleh guru pendidikan khusus atau tenaga ahli lainnya. Biasanya siswa berkesulitan belajar karena faktor internal ini sering di sebut juga kesulitan belajar spesifik, dengan demikian disamping oleh guru kelas atau guru mata pelajaran siswa tersebut harus dibantu oleh tenaga lainnya dalam memberikan layanan pendidikiannya.
           Siswa berkesulitan belajar spesifik dapat dibagi kedalam tiga jenis kesulitan belajar, diantaranya: siswa berkesulitan membaca, siswa berkesulitan berhitung, dan siswa berkesulitan menulis. Berdasarkan tiga jenis anak berkesulitan belajar diatas, maka berdasarkan hasil observasi, dari ketiga kesulitan tersebut akan saling mempengaruhi, sehingga apabila ada anak yang diidentifikasi berkesulitan dalam membaca, maka hasil belajarnya akan mempengaruhi terhadap prestasi menulis dan berhitungnya juga akan menurun.
           Dengan demikian adaptasi pembelajaran siswa berkesulitan belajar dalam upaya meminimalisir hambatan belajarnya merupakan solusi alternatif yang dapat dilakukan oleh guru kelas maupun guru mata pelajaran berdasarkan jenis kesulitan belajar yang dihadapi para siswanya. Sehingga guru disamping dapat meningkatkan prestasi belajar siswanya, juga akan dapat menghilangkan pengaruh dari kesulitan yang dihadapi oleh siswanya.
c.      Tujuan belajar
          Menurut Santyasa (2007), belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya, tujuan belajar itu sendiri mempunyai 3 fokus yaitu :
1)    Proses
           Proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mengekspresikan apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar nilai tersebut didasari oleh asumsi, bahwa dalam belajar sesungguhnya siswa berkembang secara alamiah. Oleh sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa kefitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa yang dipresentasikan oleh guru, implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada siswa. Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya bagaimana membantu para siswa melakukan revolusi kognitif. Model pmbelajaran perubahan konseptual merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berfokus pada proses pembelajaran adalah suatu nilai utama melakukan pendekatan.
2)    Transfer belajar
           Transfer belajar, mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari”. Sebagai tanda pemahaman mendalam adalah kemampuan mentransfer apa yang dipelajari didalam situasi baru.

3)    Bagaimana belajar
           Bagaimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learan). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memperdayakan ketrampilan berfikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketrampilan berfikir.
3.    Insomnia
a.   Pengertian insomnia
       Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang, dan mudah dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan besar ambang respons stimuli eksternal relatif dari keadaan terjaga (Harold, dkk, 2010; h.210).
       Tidur adalah suatu perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang minimal. Tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hal tersebut di dasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari (Imam, 2011)
                        Insomnia adalah suatu keadaan ketika seorang mengalami kesulitan untuk tidur atau tidak dapat tidur dengan nyenyak (Widya, 2010; h.13).
                        Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur (Harold, dkk, 2010; h.216).
                        Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa insomnia merupakan ketidak mampuan penderita untuk memperoleh jumlah jam tidur sehingga kualitas dan kuantitas tidurnya berkurang.
b.  Gangguan macam tidur
                        Menurut Widya (2010), mengatakan ada beberapa gangguan tidur yang lain yang mungkin jarang diungkap antara lain:
1)    Narkolepsi
      Narkolepsi adalah gangguan tidur kronis yang menyerang secara mendadak pada saat yang tidak tepat, umumnya di siang hari. Serangan ini berlangsung terutama pada waktu-waktu yang membosankan, seperti saat rapat atau mengendarai mobil jarak jauh.
2)    Hipersomnia
      Hipersomnia kebalikan dari insomnia, hipersomnia adalah gangguan tidur ketika para penderita membutuhkan waktu tidur yang sangat banyak dari ukuran normal.
3)    Sleep apnea
      Sleep apnea adalah gangguan tidur dengan kesulitan bernapas. Apnea ditandai oleh penyempitan saluran pernafasan lebih dari 80% selama lebih dari 10 detik. Sleep apnea dibagi menjadi tiga tipe, yaitu Central Sleep Apnea (CSA), Obstructive Sleep Apnea (OSA), dan gabungan keduanya.
4)    Parasomnia
      Parasomnia adalah gangguan mimpi buruk (nightmare disorder). Mimpi buruk ditandai oleh mimpi yang lama dan menakutkan, dari mana seseorang terbangun dalam ketakutan (Harold, dkk, 2010; h.216-232).
c.   Jenis – jenis insomnia
                        Berdasarkan jangka waktu berapa lama seseorang mendapat serangan insomnia, ada tiga jenis insomnia yang selama ini dikenal, yaitu insomnia transient (sementara), insomnia jangka pendek, dan insomnia kronis (Widya, 2010; h.23).
1)    Insomnia transient (sementara)
      Keadaan yang termasuk dalam insomnia sementara, yakni apabila seseorang mengeluh sulit tidur berlangsung bebe
rapa hari sampai dengan satu minggu. Insomnia sementara dapat disebabkan oleh stres akut, jetlag, sistem pekerjaan berdasarkan shift (giliran waktu), gangguan lain, seperti perubahan dalam lingkungan tidur (semisal pindah rumah, tidur di tempat terbuka sehingga merasa tidak nyaman, dan sebagainya), waktu tidur yang tidak teratur, dan depresi berat.
2)    Insomnia jangka pendek
      Keadaan yang termasuk dalam insomnia jangka pendek, yakni apabila seseorang tidak mampu tidur dengan baik secara konsisten untuk jangka waktu antara 1 – 4 minggu. Insomnia jangka pendek dapat di sebabkan stres yang terus menerus atau berkelanjutan, penyakit akut, dan efek samping pengobatan.
3)    Insomnia kronis
      Keadaan yang termasuk dalam insomnia kronis, yakni apabila keluhan sulit tidur terjadi lebih dari 4 minggu. Insomnia kronis dapat di sebabkan oleh adanya perubahan pada struktur kimia otak dan hormon otak, dan terdapat gangguan psikiatrik (cemas/depresi). Insomnia kronis dapat berlangsung bertahun – tahun, apalagi jika disertai gangguan – gangguan lain.
d.  Penyebab insomnia
                        Menurut Raf (2004), faktor-faktor yang dapat menyebabkan insomnia yaitu:
1)       Stres atau kecemasan, individu didera kegelisahan yang dalam, biasanya karena pemikiran permasalahan yang sedang dihadapi.
2)    Depresi, selain penyebab insomnia, depresi juga menimbulkan keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu.
3)    Kelainan-kelainan kronik, kelainan tidur (seperti tidur apnea) diabetes, sakit ginjal, arthritis, atau penyakit yang mendadak sering kali menyebabkan tidur.
4)    Efek samping pengobatan, pengobatan untuk suatu penyakit yang dapat menjadi penyebab insomnia.
5)    Pola makan yang buruk, mengkonsumsi makanan yang berat saat sebelum pergi tidur bisa menyulitkan seseorang untuk jatuh tidur.
6)    Kurang berolahraga juga bisa menjadi faktor sulit tidur yang signifikan.
e.   Tanda – Tanda Insomnia
                        Serangan insomnia sementara dapat timbul berupa kantuk dan gangguan kinerja psikomotor, dapat di katakan mirip dengan kurang tidur. Sementara, efek insomnia kronis bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Banyak kemungkinan yang timbul, di satu sisi antara lain termasuk kantuk, kelelahan otot, halusinasi, dan kelelahan mental, di sisi lain, orang yang bersangkutan sering menunjukkan peningkatan waspada.  Terdapat 15 tanda – tanda umum apabila mendapat serangan insomnia antara lain:
1)     Adanya gangguan tidur yang bervariasi dari ringan sampai parah.
2)     Sulit jatuh ke dalam fase tidur.
3)     Sering terbangun di malam hari.
4)     Saat terbangun sulit untuk tidur kembali.
5)     Terbangun terlalu cepat.
6)     Terbangun terlalu pagi.
7)     Tidur yang tidak memulihkan.
8)     Pikiran seolah dipenuhi berbagai hal.
9)     Selalu kelelahan di siang hari.
10)   Penat.
11)   Mengantuk.
12)   Sulit berkosentrasi.
13)   Lekas marah/emosi.
14)   Merasa tak pernah mendapat tidur yang cukup
15)   Sering sakit/nyeri kepala.
f.    Kerugian akibat insomnia
                        Menurut Widya (2010),  insomnia kerap menghinggapi orang – orang perkotaan. Kecemasan dan stres berlebihan akibat pekerjaan di duga menjadi salah satu biang keladinya. Meremehkan insomnia sama saja membiarkan tubuh kita melemah sedikit demi sedikit, mengundang gangguan kesehatan serius, dan menurunkan kualitas hidup.
1)    Kerugian kesehatan fisik
      Selain mempengaruhi kemampuan tubuh melawan infeksi, tubuh juga menentukan banyak sedikitnya antibodi yang dihasilkan tubuh setelah imunisasi. Adapun kerugian fisik akibat dari kurang tidur atau insomnia ini di antaranya meliputi kegemukan, gangguan pada jantung, diabetes, serta rawan mendapat kecelakaan.
2)    Kerugian kesehatan psikis
      Penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur dapat  menyebabkan amygdala (bagian otak yang bertugas memproses emosi) menjadi lebih aktif dan prefrontal cortex (bagian tak depan) menjadi kurang aktif. Akibatnya, kita mudah emosi dan tersinggung.
3)    Kerugian dalam hidup bermasyarakat
      Kekurangan tidur secara kronis pada puncaknya akan mendorong proses penuaan lebih cepat terjadi. Sebuah studi yang meminta respondenya mengurangi waktu tidur menemukan bahwa dengan cepat, tubuh orang yang kekurangan tidur mengalami perubahan metabolisme dan fungsi endokrin, termasuk peningkatan tingkat hormon kortisol (hormon stres yang bila berlebih memicu gangguan– gangguan psikis), gangguan fungsi imun dan tiroid, juga tanda – tanda awal diabetes. Apabila di kaitkan dengan dalam hidup bermasyarakat, contoh kecilnya adalah dalam hal penampilan. Orang yang kurang tidur, apalagi telah terjadi berkali-kali, akan menampilkan tampilan wajah atau tubuh yang tidak sedar (kurang bergairah), selalu tampak lesu, dan muram (tidak cerah).
4)    Kerugian finansial
      Kerugian finansial dalam hal ini dapat di kaitkan dengan kesehatan. Ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan, terutama yang serius, baik itu fisik maupun psikis, dengan sendirinya ia ataupun orang terdekatnya akan mencari pengobatan yang diperlukan. Para peneliti Universitas Oxford Amerika Serikat menemukan satu dari sepuluh orang yang tersiksa jarena insomnia kronis karena di perkirakan akan lebih boros karena terlambat mengobati dan kecelakaan lainnya.
g.  Batasan karakteristik insomnia
1)    Efek tampak berubah
2)    Tampak kurang bergairah
3)    Sering membolos ( misalnya kerja, sekolah)
4)    Pasien menyatakan perubahan alam perasaan
5)    Pasien menyatakan perubahan status kesehatan
6)    Pasien mengatakan penurunan kualitas hidup
7)    Pasien mengatakan sulit berkonsentrasi
8)    Pasien mengatakan sulit tidur
9)    Pasien mengatakn sulit tidur nyenyak
10) Pasien mengatakan kurang puas tidur
11) Pasien melaporkan peningkatan kecelakaan
12) Pasien mengatakan kurang bergairah
13) Pasien mengatakan sulit tidur kembali setelah terbangun
14) Pasien mengatakan gangguan tidur yang berdampak pada keesokan hari
15) Pasien mengatakan bangun terlalu pagi
(Sumarwati, 2009).
h.  Penatalaksanaan insomnia
1)    Pola hidup sehat mencegah insomnia
      Menurut Widya (2010), ada beberapa tahapan untuk memerangi insomnia. Apabila anda merasa terserang insomnia kurang dari seminggu, cara-cara berikut ini mungkin dapat anda terapkan sebelum pergi ke dokter.
(a)    Mencari tahu dan menyelasaikan penyebab insomnia
          Karena penyebab insomnia bagi setiap individu berbeda-beda, cara menyelesaikannya pun berbeda pula. Misalnya stres akibat tekanan pekerjaan di dalam kantor karena harus memenuhi target.
(b)    Memerhatikan asupan makanan
          Makanan adalah salah satu cara jitu meredam stres. Secara biologis, tubuh di persenjatai dengan zat-zat anti stres yang ada pada sistem kekebalan tubuh. Widianingsih Hastuti, ahli nutrisi dari Uniersitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, mengungkapkan, bahwa zat makanan dari makanan atau minuman yang kita santap dapat mempengaruhi konsentrasi zat kimia dalam zat pengantar saraf, yaitu serotonin dan dopamin-norepinefrin, yang pada akhirnya memengaruhi fungsi saraf.
Jenis-jenis makanan yang berefek menenangkan antara lain kacang-kacangan, buah-buahan, seperti anggur, pisang, jujube, makanan berkabohidrat, seperti jagung atau popcorn (rendah atau bebas lemak), ikan dan susu.
(c)    Mengatur waktu dengan baik
          Waktu untuk bekerja, lakukanlah untuk bekerja. Waktu untuk tidur atau beristirahat, lakukanlah tidur atau istirahat. Tidur dan bangunlah dalam periode waktu yang teratur setiap hari karena waktu tidur yang tidak tetap akan mengacaukan waktu tidur kita selanjutnya.
2)    Belajar relaksasi
     Relaksasi membantu kita untuk menenangkan pikiran, terutama bagi penderita insomnia.
(a)  Pernafasan perut
            Cobalah bernafas dari perut dan fokuskan pikiran ke setiap tarikan nafas. Cara ini bisa membantu anda agar tetap tenang, baik siang maupun malam hari.
(b)  Gambaran indah
            Membayangkan situasi yang membuat relaks dan menyenangkan akan menimbulkan rasa nyaman.
(c)  Meditasi pikiran
            Sebelum tidur, cobalah fokuskan pikiran pada satu permasalahan dalam kehidupan., kemudian lepaskanlah pikiran tersebut dengan berpikiran positif.
(d)  Berolahraga teratur
            Beberapa penelitian menyebutkan bahwa berolahraga teratur dapat membantu orang yang mengalami masalah dengan tidur. Tentu saja, olahraga sebaiknya dilakukan pada pagi hari, 3-6 jam sebelum tidur dan bukan beberapa menit menjelang tidur.
i.    Terapi untuk mengatasi insomnia
            Menurut widya G. (2010), ada beberapa terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia yaitu:
1)    Sleep Restriction Therapy
      Terapi ini tujuan akhirnya adalah memperbaiki efisiensi tidur dari penderita insomnia. Terapi ini dilakukan dengan mengurangi jatah tidur.
2)    Stimulus Control Therapy
      Stimulus Control Therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi bagi penderita insomnia secara reguler dengan memerhatikan waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang hari meski hanya sesaat.
3)    Relaxation Therapy
      Relaxation Therapy berguna untuk membuat tubuh dan pikiran penderita merasa relaks saat dihadapkan pada kondisi yang penuh ketegangan.
4)    Cognitive Control Therapy dan Psychotherapy
      Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan keyakinan penderita insomnia yang salah mengenai tidur.
5)    Sleep Hygiene Therapy
      Terapi ini digunakan untuk memperbaiki hal-hal yang secara teratur dilakukan oleh penderita, yang hal-hal tersebut justru mengganggu tidurnya.
4.    Hubungan Antara Stres Adaptasi Belajar dengan Insomnia
Secara khusus, mahasiswa yang terbiasa senior di lingkungan sekolah tinggi, memasuki dunia yang sepenuhnya baru sekali mereka pergi ke universitas selain itu, sebagian besar mahasiswa yang harus meninggalkan rumah mereka untuk belajar untuk pertama kalinya tidak hanya harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, tetapi mereka juga harus membiasakan diri dengan yang baru. Setelah sekolah menengah kejuruan, mahasiswa masuk universitas dan perguruan tinggi mereka langsung menghadapi situasi kehidupan banyak sehari-hari di kampus yang berbeda dari mereka yang hadapi di sekolah tinggi (Ming, 2009).
Penyesuaian ini baru menciptakan situasi dimana gaya hidup mahasiswa secara alami tidak sama seperti sebelumnya. Ini menyoroti kebutuhan untuk penelitian dan menguji stres akademik yang dihadapi oleh mahasiswa diuniversitas dan perguruan tinggi. Dengan pengetahuan tersebut, pendidik akan dapat lebih memperhatikan sumber stres akademik mahasiswa dan penggunaan langkah-langkah konsling untuk membantu mahasiswa dalam pengembangan suara tubuh mereka dan pikiran. 
            Menurut Wilkinson (2005), yang menyatakan bahwa stres yang berkepanjangan yang menimbulkan rasa tertekan, marah, frustasi atau sedih dapat berpengaruh dengan apa yang sesorang kerjakan yaitu adaptasi belajar, hal ini bila terus terjadi dapat menimbulkan perasaan tidak enak yang disebabkan oleh persoalan-persoalan diluar kendali kita.
Dengan timbulnya dan masalah tersebut, maka pola tidur dapat terganggu dan menjadi kurang yang berlanjut pada insomnia. Apabila hal ini terjadi dapat menyebabkan kurangnya kegairahan dalam hidup dan merusak sel-sel dalam otak dan merespon keseluruh tubuh (Hidayat, 2004).

B.    Kerangka Teori




BAB III
METODE PENELITIAN


A.  Kerangka Konsep
           Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2009).




32


 
B.   Variabel Penelitian
1.    Variabel independent  (bebas) adalah variabel yang dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada dependent variabel (variabel terikat) (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini variabel independent (bebas)  adalah stres adaptasi belajar.
2.    Variabel dependent (terikat) adalah variabel respon atau output yang akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu variabel independent (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini variabel dependent (terikat) adalah insomnia.




B.   Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas hipotesis penelitian tersebut adalah ada hubungan antara stres adaptasi belajar dengan insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
C.  Ruang Lingkup Penelitian Tempat dan Waktu
        Tempat dan waktu penelitian ini akan dilaksanakan di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai bulan Juni 2012.
D.   Rancangan Penelitian
1.    Desain Penelitian
     Desain penelitian yang digunakan adalah survei analitik yang  bertujuan untuk menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi dan melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena baik antara faktor resiko dan faktor efek. Pendekatan penelitian ini menggunakan cross sectional yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya sekali saat pengukuran (Notoatmodjo, 2005; h.145-146).
2.    Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
a)    Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi dengan jumlah 100 mahasiswa.
b)    Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
            Untuk menentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005; h.92). Sebagai berikut:
                      



           Keterangan :
           n.         = Jumlah sampel
           N.        = Jumlah populasi
           d.         = tingkat signifikan
       c) Teknik Sampling
           Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling  Probability Sampling. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak dimana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010; h.119).
3.    Teknik Pengumpulan Data
     Metode pengumpulan data dalam dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi (Riwidikdo, 2010; h.12). Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner. Kuesioner atau angket adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (Notoatmodjo, 2010; h.147).
4.    Instrumen Penelitian
         Instrumen penelitian yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (variabel penelitian) (Sulistiyaningsih, 2011; h.122). Alat pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan kuesioner yaitu: kuesioner A, untuk mengukur stres dalam adaptasi belajar pada mahasiswa Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi. Dimana pertanyaan kuesioner A terdiri dari 20 butir pertanyaan dengan pilihan jawaban Ya skor (1), dan tidak skor (0). Kategori: stres berat, stres sedang dan stres ringan
         Kuesioner B, untuk mengidentifikasi insomnia pada mahasiswa Akademi kebidanan An Nur Purwodadi. Dimana pertanyaan kuesioner B terdiri dari 20 butir pertanyaan dengan pilihan jawaban Ya skor (1) dan Tidak skor (0). Dengan indikator pertanyaan: insomnia berat, insomnia sedang dan insomnia ringan.


5.    Etika Penelitian
         Peneliti mengajukan usulan/proposal penelitian untuk mendapatkan rekomendasi dari direktur Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi, dan peneliti mengajukan izin kepada direkrtur Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
         Setelah mendapatkan izin dari direktur Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi, kemudian peneliti menekankan masalah etika penelitian:
a.   Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)
           Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti dan mau menandatangi surat persetujuan bersedia menjadi responden penelitian. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan dan dampak yang akan terjadi selama dan sesudah pengambilan data, jika responden menolak untuk diteiti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
b.   Tanpa nama ( anonymite)
           Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi kode pada masing-masingg lembar tersebut.
c.   Kerahasian ( confidentiallity)
           Kerahasian informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok-kelompok data tersebut saja yang akan disajikan atau dilaporkan.
6.    Pengolahan dan Analisis Data
a.    Pengolahan Data
            Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1)     Editing data
      Editing adalah pengecekan jumlah kuesioner, kelengkapan data, diantaranya kelengkapan identitas, lembar kuesioner dan kelengkapan isian kuesioner, sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian dapat dilengkapi oleh peneliti.
2)     Coding
      Coding adalah melakukan pemberian kode berupa angka untuk memudahkan pengolahan data. Angka yang digunakan dalam penelitian ini adalah angka (1) untuk jawaban Ya, angka (0) untuk jawaban Tidak.
3)     Entry data
      Entry data merupakan suatu proses memasukkan data kedalam komputer dengan menggunakan pengolahan data statistical program for social (SPSS) 16.0 for windows system.
4)     Tabulating
      Tabulating adalah mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan kedalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertanyaan yang sudah diberi nilai, hasilnya dijumlahkan dan diberi kategori sesuai dengan jumlah pertanyaan pada kuesioner.
      Proses perhitungan yang telah ditempatkan kedalam masing- masing kategori dan disusun dalam tabel yang mudah dimengerti yaitu stres adaptasi belajar: stres berat dengan skor (3), stres sedang dengan skor (2), dan stres ringan dengan skor (1). Sedangkan pada insomnia berat dengan skor (3), insomnia sedang dengan skor (2), insomnia ringan dengan skor (1).
b.  Analisis Data
1)     Analisis univariat
                   Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel penelitian secara individu. Pada penelitian ini, analisis univariat akan menghasilkan distribusi frekuensi yang memberi gambaran mengenai jumlah dan presentase. Analisis univarat dilakukan untuk menganalisa variabel independen dan variabel dependen.
2)     Analisis bivariat
                   Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komperatif, sosiatif maupun korelatif. Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis antara satu variabel bebas dengan variabel terikat (Saryono, 2009). Analisis ini digunakan apabila hendak mengetahui korelasi antara dua variabel, yang satu terbentuk variabel continue, sedangkan yang lain variabel terbentuk terkritik murni (Arikunto, 2006).

Dalam analisis ini dilakukan dengan uji korelasi spearman Rho (p)
                                   


           Keterangan:
           N = jumlah data
           d = beda antara ranking pasangannya
           Setelah data dianalisis secara bivariat, maka data akan dimasukkan kedalam komputer untuk diolah dengan SPSS for windows 16.0. Menurut Sugiyono (2007), pengolahan data dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel maka digunakan nilai probabilitas dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0.05), dikatakan ada hubungan apabila p > 0.05 dan p Value < 0.05 berarti hipotesis ditolak, sehingga ada hubungan antara stres adaptasi belajar dengan insomnia  di Akademi Kebidanan Annur Purwodadi dan ditentukan berdasarkan tabel interpretasi koefisien korelasi.
Tabel 3.2 Interpretasi koefisien korelasi (Riduwan, 2010; h.138)


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.   Gambaran Umum Lokasi Penelitian Geografi dan Demografi
Penelitian ini dilaksanakan di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi yang terletak di Jl. Gajah Mada no. 7  Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi memiliki 18 dosen pengajar dan 384 mahasiswa, yang terdiri dari tingkat I 100 mahasiswa, tingkat II 135 mahasiswa, tingkat III 109 mahasiswa dan program khusus 40 mahasiswa.  Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi memiliki 2 program studi yaitu Reguler dan Program Khusus, untuk menunjang pembelajaran terdapat laboratorium Kebidanan (ANC, APN, KDPK, Anak, Rooming In), laboratorium Komputer, laboratorium  Bahasa, perpustakaan, ruang kelas, mading dan lapangan olahraga. 
B.   Hasil Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan tanggal 30 – 31 Mei 2012. Responden yang didapatkan adalah sejumlah 80 responden. Adapun hasil penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :

1.      Analisa Univariat
a.    Stres adaptasi belajar
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Stres Adaptasi Belajar pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi Bulan Mei 2012
Berdasarkan tabel 4.1 diatas didapatkan bahwa mahasiswa paling banyak mengalami stres adaptasi belajar sedang sebesar 52 responden (65%), dan paling sedikit mengalami stres adaptasi belajar berat sebesar 9 (11,25%).
a.    Insomnia
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Insomnia pada Insomnia Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi Bulan Mei 2012
Berdasarkan tabel 4.2 diatas didapatkan bahwa mahasiswa paling banyak mengalami insomnia jangka pendek sebesar 54 responden (67,5%), dan paling sedikit mengalami insomnia kronis sebesar 13 responden (16,25%).


1.    Analisa Bivariat
a.    Uji Korelasi Stres Adaptasi Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa

Tabel 4.3 Uji Korelasi Stres Adaptasi Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa
Bedasarkan tabel 4.3 diatas menyatakan bahwa mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar ringan dengan insomnia kronis sebanyak 2 (2,5%) mahasiswa, lebih sedikit dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar ringan dengan insomnia jangka pendek sebanyak 10 (12,5%) dan lebih besar dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar ringan dengan insomnia transient sebanyak 7 (8,8%) mahasiswa. Mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar sedang dengan insomnia kronis sebanyak 9 (11,2%), lebih sedikit dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar sedang dengan insomnia jangka pendek sebanyak 37 (46,2%), dan lebih besar dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar sedang dengan insomnia transient sebanyak 6 (7,5%). Sedangkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar berat dengan insomnia kronis sebanyak 2 (2,5%), lebih sedikit dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar berat dengan insomnia jangka pendek sebanyak 7 (8,8%), dan lebih besar dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar berat dengan insomnia transient sebanyak 0 (0%) mahasiswa. Dari hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi mengalami stres adaptasi belajar sedang dengan insomnia jangka pendek.
a.    Uji Korelasi Spearman Rho

C.   Pembahasan
1.    Analisa Univarat
a.    Stres Adaptasi Belajar pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi
       Berdasarkan hasil penelitian tentang stres adaptasi belajar yang berhubungan dengan insomnia diperoleh hasil mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar ringan 19 (23,75%), stres adaptasi belajar sedang sebesar 52 (65%) dan yang menderita stres adaptasi belajar berat sebesar 9 (11,25%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa tingkat I mengalami stres adaptasi belajar sedang.
            Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang (Smallcrab, 2008). Stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh individu akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif pada mahasiswa secara kognitif antara lain sulit berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan, frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia. Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi (Bahrul, 2011; h.5).
            Berdasarkan hasil jawaban pertanyaan yang diberikan pada responden bahwa responden yang menyatakan mengalami pusing sejumlah 55 responden (68,75%), mudah bingung sebanyak 43 responden (53,75%), sering nyeri ulu hati sejumlah 36 responden (45%), kehilangan nafsu makan sejumlah 43 responden (53,75%), sulit berkomunikasi sejumlah 37 responden (46,25%), tidak mampu mengambil keputusan sejumlah 46 responden (57,5%), sering gelisah sejumlah 53 responden (66,25%), sering marah sejumlah 52 responden (65%), sering melamun sejumlah 49 responden (61,25%), tidak mudah percaya pada orang lain sejumlah 35 responden (43,75%), sering tidak tenang sejumlah 62 responden (77,5%).
        Berdasarkan teori stres (Selye, 1956 dalam Miller, 2004), stres merupakan respon umum terhadap adanya tuntutan pada tubuh. Akibat tuntutan tersebut diharuskan tubuh melakukan penyesuaian diri sehingga keseimbangan tubuh tidak terganggu. Stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor (Perry & Potter, 2005). Stres dapat terjadi dimanapun dan pada siapapun, juga pada mahasiswa. Mahasiswa dengan kesulitan menyesuaikan diri dapat merupakan stressor tersendiri yang akan menghambat proses belajar. Keberhasilan proses belajar mengajar sebagai tujuan utama pendidikan tidaklah semata – mata ditentukan oleh faktor – faktor yang bersifat akademik, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor non akademik. Dalam faktor non akademik dapat bersifat ekstrenal maupun internal. Faktor eksternal dapat berupa dukungan maupun hambatan lingkungan, fasilitas, sistem sosial ekonomi, kondisi alam dan sebagainya. Adapun faktor internal dapat berupa kondisi kesehatan jasmani maupun kondisi kesehatan psikis atau emosional. Faktor internal memegang peranan yang paling menentukan dalam keberhasilan proses belajar mengajar karena kesehatan psikis seorang mahasiswa dapat berubah dengan adanya perubahan lingkungan (Sumarni 1998 dalam Tyas 2009; h.1).



b.    Insomnia pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan
An Nur Purwodadi
                  Dari hasil analisa didapatkan frekuensi responden yang mengalami insomnia ringan 13 (16,25%), insomnia sedang 54  (67,5%) dan insomnia berat 13 (16,25%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa tingkat I mengalami insomnia sedang.
                    Tidur merupakan kebutuhan dasar dari setiap kehidupan dan banyak diinginkan, bahkan dibutuhkan oleh hampir setiap orang yang hidup di dunia (Fitri, 2011). Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang, dan mudah dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan besar ambang respons terhadap stimuli eksternal relatif dari keadaan terjaga (Harold, dkk, 2010).
                    Insomnia merupakan kesulitan memulai dan mempertahankan tidur, atau persepsi kualitas tidur yang buruk. Insomnia dipengaruhi oleh stres yang cukup tinggi, di antaranya adalah mahasiswa stres karena tugas belajar mereka yang begitu banyak. Dari itu tampak kalau mahasiswa mengalami stres yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas belajar mereka. Pada akhirnya banyak dari mahasiswa yang sedang belajar mengalami stres dan akibatnya terkena insomnia. Mahasiswa dalam belajar menjadi individu yang rentan terhadap gangguan tidur atau insomnia sehingga strespun tidak dapat dihindari (Imam, 2011; h.5).
                 Insomnia memiliki dampak yang negative antara lain kerugian kesehatan fisik, kerugian kesehatan psikis, kerugian dalam hidup bermasyarakat dan kerugian finansial (Widya, 2010). Hasil dari penelitian ini mahasiswa yang mengalami kelelahan sebanyak 52 responden (65%), sulit berkonsentrasi sebanyak 48 responden (60%), sering terbangun pada malam hari 47 responden (58,75%), sering terbangun dan tidak bisa tidur lagi sebanyak 45 responden (56,25%), dan kurang bergairah saat bangun tidur sebanyak 52 responden (65%).
2.    Analisa Bivarat
Hubungan Stres Adaptasi Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi
          Hal ini sesuai dengan pendapat imam (2011), yang menyatakan bahwa Insomnia dipengaruhi oleh stres yang cukup tinggi, di antaranya adalah mahasiswa stres karena tugas belajar mereka yang begitu banyak. Dari itu tampak kalau mahasiswa mengalami stres yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas belajar mereka. Pada akhirnya banyak dari mahasiswa yang sedang belajar mengalami stres dan akibatnya terkena insomnia.
          Menurut Widya (2010), menyatakan bahwa masalah psikologis dapat menyebabkan terjadinya insomnia dan telah ditemukan bukti penelitian bahwa insomnia sebagai teman yang muncul bersamaan dengan kecemasan, depresi dan stres. Peneltian yang dilakukan oleh Eric Johson di Carolina Utara pada Research Triangle Institute Internasional tahun 2006, mengungkapkan bahwa setengah dari remaja yang pernah mengalami gangguan insomnia didapati mengembangkan gangguan psikiatri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa sebagian besar mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi mengalami stres adaptasi belajar sedang yang dapat menyebabkan terjadinya insomnia sedang.
        Menurut Wilkinson (2005), yang menyatakan bahwa stres yang berkepanjangan yang menimbulkan rasa tertekan, marah, frustasi atau sedih dapat berpengaruh dengan apa yang seseorang kerjakan yaitu adaptasi belajar, hal ini bila terus terjadi dapat menimbulkan perasaan tidak enak yang disebabkan oleh persoalan-persoalan diluar kendali kita.
        Dengan timbulnya masalah tersebut, maka pola tidur dapat terganggu dan menjadi kurang yang berlanjut pada insomnia. Apabila hal ini terjadi dapat menyebabkan kurangnya kegairahan dalam hidup dan merusak sel-sel dalam otak dan merespon keseluruh tubuh (Hidayat, 2004).