BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap orang mengalami sesuatu
yang di sebut stres sepanjang kehidupannya. Kita mendengarkan topik ini sebagai
bahan pembicaraan sehari – hari, baik di radio, televisi, surat kabar dan
diberbagai konferensi maupun dikalangan universitas. Siswa mungkin mengalami
stres saat hubungannya dengan teman sekolahnya tidak berjalan dengan baik, saat
mereka harus melaporkan pendidikannya, atau saat ujian akhir akan tiba.Tetapi
reaksi seseorang terhadap peristiwa stres sangat berbeda, sebagian orang yang
menghadapi peristiwa stres mengalami masalah psikologis dan fisik serius,
sedangkan orang lain yang berhadapan dengan peristiwa stres yang sama tidak
mengalami masalah apa – apa dan bahkan mungkin merasa peristiwa itu sebagai
sesuatu yang menantang dan menarik (Zuyina, 2010; h.61).
Data dari Dinas Kesejahteraan
Sosial Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 terdapat penyandang masalah
kesejahteraan sosial tersebar dalam 27 jenis. 27 jenis tersebut diantaranya
termasuk penyandang psikotik. Di Jawa Tengah tercatat 704.000 orang mengalami
ganguan kejiwaan, dan dari jumlah tersebut sekitar 96.000 diantaranya
didiagnosa telah menderita kegilaan, 608.000 orang mengalami stres (Bahrul,
2011; h.3).
1
Stres dapat terjadi dimanapun
dan pada siapapun, juga pada mahasiswa. Mahasiswa dengan kesulitan menyesuaikan
diri dapat merupakan stressor tersendiri yang akan menghambat proses belajar.
Keberhasilan proses belajar mengajar sebagai tujuan utama pendidikan tidaklah
semata – mata ditentukan oleh faktor – faktor yang bersifat akademik, melainkan
juga sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor non akademik. Dalam faktor non
akademik dapat bersifat ekstrenal maupun internal. Faktor eksternal dapat
berupa dukungan maupun hambatan lingkungan, fasilitas, sistem sosial ekonomi,
kondisi alam dan sebagainya. Adapun faktor internal dapat berupa kondisi
kesehatan jasmani maupun kondisi kesehatan psikis atau emosional. Faktor
internal memegang peranan yang paling menentukan dalam keberhasilan proses
belajar mengajar karena kesehatan psikis seorang mahasiswa dapat berubah dengan
adanya perubahan lingkungan (Sumarni 1998 dalam Tyas 2009; h.1).
Stressor yang dialami
mahasiswa sangat besar dampaknya, hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Hadiyanto. Penelitian tersebut mendapatkan data sebanyak 3%
mahasiswa mengalami stres berat dan akan bertambah jika institusi pendidikan
tidak melakukan pencegahan stres terhadap mahasiswa keperawatan. Stres yang
tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh individu akan memunculkan dampak
negatif. Dampak negatif pada mahasiswa secara kognitif antara lain sulit
berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Dampak
negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan
cemas, sedih, kemarahan, frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif
secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun
terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia.
Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas
kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan
mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi (Bahrul, 2011;
h.5).
Insomnia merupakan kesulitan
memulai dan mempertahankan tidur, atau persepsi kualitas tidur yang buruk.
Insomnia dipengaruhi oleh stres yang cukup tinggi, di antaranya adalah
mahasiswa stres karena tugas belajar mereka yang begitu banyak. Dari itu tampak
kalau mahasiswa mengalami stres yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas
belajar mereka. Pada akhirnya banyak dari mahasiswa yang sedang belajar
mengalami stres dan akibatnya terkena insomnia. Mahasiswa dalam belajar menjadi
individu yang rentan terhadap gangguan tidur atau insomnia sehingga strespun
tidak dapat dihindari (Imam, 2011; h.5).
Sebuah situs berita online,
Bataviase, pada Desember 2009 melansir bahwa 1 dari 5 warga Taiwan menderita
insomnia. Dokter Lee Hsin-Chien mengatakan presentase penderita insomnia di
Taiwan lebih tinggi di bandingkan presentase dunia, sekitar 10-15%. Di
Indonesia sekitar 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita insomnia
(data 2008), dan meningkat dari tahun ke tahun (Widya G, 2010; h.31-32).
Data awal pengamatan peneliti
dari hasil wawancara pada 10 mahasiswa Akademi Kebidanan An Nur terdapat 65%
mahasiswa mengalami kesulitan untuk tidur, tidak bisa tidur nyenyak dan pusing,
pemikiran hanya berpusat pada tugas belajar saja, mudah marah, malas atau tidak
bersemangat lagi untuk belajar.
Berdasarkan latar belakang di
atas peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan antara Stres Adaptasi
Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur
Purwodadi”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut : Adakah hubungan antara
stres adaptasi belajar dengan insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi
Kebidanan An Nur Purwodadi?
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara stres
adaptasi belajar dengan kejadian insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi
Kebidanan An Nur Purwodadi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kejadian stres adaptasi belajar pada mahasiswa
tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
b. Mengidentifikasi kejadian
insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
c. Mengidentifikasi hubungan
stres adaptasi belajar dengan insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi
Kebidanan An Nur Purwodadi.
D. Manfaat
Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat di jadikan sebagai evaluasi
oleh mahasiswa karena begitu banyaknya dampak negatif dari stres adaptasi
belajar.
2. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi peneliti.
3. Bagi Institusi Pendidikan
a. Sebagai bahan informasi
tentang kejadian stres adaptasi belajar dan insomnia yang dialami oleh
mahasiswa.
b. Untuk menambah kepustakaan
tentang kajian stres adaptasi belajar dan insomnia sehingga dapat memberikan
masukan bagi peneliti di masa mendatang mengenai pengaruh stres terhadap
mahasiswa.
E. Keaslian
Penelitian
1.
Bahrul
(2011), dengan judul Hubungan Tingkat Stres dengan Insomnia pada Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Penelitian ini
menggunakan desain deskriptif korelasi
dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian
ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro
angkatan tahun 2009 dan 2010 dan memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu
sebanyak 145 responden. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji
statistik Fisher-Exact. Hasil penelitian ini adalah: 34 responden
(23,4%) mengalami stres ringan, 31 (21,4%) responden mengalami stres sedang, 3
responden (2,1%) mengalami stres berat, 1 responden (0,7%) mengalami stres
sangat berat, dan 62 responden (42,8%) mengalami insomnia. Hasil penelitian ini
menunjukkan ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian insomnia pada
mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Perbedaan
terdapat pada metode penelitian yaitu deskriptif
korelasi, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode survei analitik. variabel penelitian
yaitu tingkat stres sedangkan pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah
stres adaptasi belajar . Subyek penelitian adalah mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Diponegoro sedangkan penelitian ini pada mahasiswa Akademi
Kebidanan Annur Purwodadi.
2.
Purnomo
(2011), dengan judul Hubungan Perilaku Merokok, Stres dengan Insomnia pada
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dan stres
dengan insomnia pada mahasiswa FIK UMS. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross
sectional. Subjek penelitian adalah mahasiswa laki-laki FIK UMS dengan
populasi sebanyak 404 mahasiswa. Sampel penelitian sebanyak 97 yang dipilih
dengan teknik pengambilan sampel Proporsional Stratifitied Random Sampling.
Analisis statistik yang digunakan adalah Chi Square (χ2). Berdasarkan
hasil penelitian diketahui terdapat hubungan antara perilaku
merokok (p=0,002) dan stres (p=<0,001) dengan insomnia pada mahasiswa FIK
UMS. Sementara itu tidak terdapat hubungan antara perilaku merokok (p=0,223)
dengan stres pada mahasiswa FIK UMS. Perbedaan terdapat pada metode penelitian
yaitu menggunakan metode observasional sedangkan
pada penelitian ini menggunakan metode survei
analitik. Subyek penelitian yaitu mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta sedangkan pada penelitian ini subyek
penelitiannya adalah mahasiswa Akademi Kebidanan Annur Purwodadi. Variabel
penelitian independent yaitu perilaku merokok, stres. sedangkan pada penelitian
ini adalah stres adaptasi belajar..
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teori
1.
Stres
a. Pengertian Stres
Stres
adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban
kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan
berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa
respons fisiologis, perilaku dan subjektif terhadap stresor, konteks yang
menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres, semua
sebagai suatu sistem (WHO, 2003).
Stres umum merupakan suatu peristiwa
atau situasi kehidupan yang penuh dengan stres eksternal atau internal, akut
atau kronis dan menciptakan tantangan di mana organisme tidak dapat berespon
secara adekuat (Harold dkk, 2010: h.29)
Menurut Selye (1976) dalam Potter
& Perry (2005) stres adalah segala situasi di mana tuntutan non spesifik
mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan.
Menurut Zuyina (2010), masyarakat
sekarang yang terpacu cepat menciptakan stres bagi banyak anggotanya. Kita
terus menerus di tekan untuk mencapai labih banyak dalam waktu yang semakin
sedikit. Akhirnya kadang – kadang mengalami peristiwa stres berat dan dapat
menyebabkan emosi yang menyakitkan.
Stres adalah kemampuan diri dan
penyesuaian diri yang memerlukan respons. Stres itu istilah populer dari adanya
ketegangan dalam perilaku dan bentuk perasaan yang bergejolak menekan-menekan
berupa ketegangan (Tri, 2009: h.105).
b. Tahap
Stres
Dr. Robert J. Van Amberg (1979)
dalam Agoes (2003) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai
berikut:
1) Stres tahap pertama (paling ringan)
Stres tahap pertama yaitu
stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu
menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan
penglihatan menjadi tajam.
2) Stres tahap kedua
Stres tahap kedua yaitu
stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas
capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks,
lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar,
otot tengkuk, dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak
memadai.
3) Stres tahap ketiga
Stres tahap ketiga yaitu
tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang
diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur
kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late
insomnia), koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
4) Stres tahap keempat
Stres tahap keempat yaitu
tahapan stres dengan keluhan seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari,
aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat,
kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan,
konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
5) Stres tahap kelima
Stres tahap kelima yaitu
tahpan stres yang di tandai kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan untuk
menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat,
meningkatnya rasa cemas dan takut, bingung dan panik.
6) Stres tahap keenam (paling berat)
Stres tahap keenam yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda
seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin, dan banyak
keluar keringat, serta pingsan atau collaps.
c.
Tingkatan Stres
Menurut
Potter & Perry (2005) ada beberapa macam tingkatan stres antara lain :
1) Stres ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi
setiap orang secara teratur umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya: lupa,
kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir
dalam beberapa menit atau beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan
penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
2) Stres
Sedang
Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam
sampai beberapa hari. Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan
rekan kerja, anak yang sakit , atau ketidakhadiran yang lama dari anggota
keluarga merupakan situasi stres sedang.
3) Stres
Berat
Merupakan stres kronis yang terjadi beberapa
minggu sampai beberapa tahun misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis,
kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama.
d. Sumber
Stres (Stresor)
Stresor adalah stimulasi yang
mengawali atau mencetuskan perubahan. Stresor menunjukan suatu kebutuhan yang
tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis,
psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan
kultural. Stresor secara umum dapt di klasifikasikan sebagai internal dan
eksternal (Potter & Perry, 2005; h.476).
1)
Stresor
internal
Berasal
dari dalam diri seseorang misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau
menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah.
2)
Stresor
eksternal
Berasal
dari luar diri seseorang misalnya perubahan bermakna dalam suhu lingkungan,
perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dalam pasangan.
3)
Faktor
yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stresor
(a) Intensitas
Pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia
mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini
dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini
memungkinkan seseorang untuk menjadikan stresor sebagai suatu yang positif
sehingga memberikan respon yang positif pula terhadap stresor tertentu. Suatu
stresor yang bersifat negatif dan menjadikan stres bagi seseorang dapat
merupakan sumber kekuatan bagi orang lain.
(b) Sifat
Sifat dari stresor juga mempengaruhi
respon. Ada beberapa stresor yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat
negatif. Stresor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif,
sedangkan stresor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif
pula baik secara fisik maupun psikis. Secara negatif stres dapat menghasilkan
perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan.
(c) Durasi
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan
stresor atau sampai menjadikan seseorang mengalami stres. Frekuensi
perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi
seseorang hingga merasakan stres.
(d) Jumlah
Mengandung pengertian stresor yang
harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian
yang dialami seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering
menyebabkan perkembangannya stres yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kesakitan (Potter & Perry, 2005; h.478).
e. Manajemen
Stres
Menurut Potter & Perry (2005),
secara umum teknik penatalaksanaan stres mencakup kebiasaan promosi kesehatan
yang dapat mengurangi dampak stres pada kesehatan fisik dan mental. Teknik ini
sering menjadi pendekatan yang masuk akal yang memberi dasar untuk hidup dalam
situasi stres rendah. Syarat umum untuk penatalaksanaan stres termasuk,
olahraga teratur, humor, nutrisi dan diet yang baik, istirahat yang cukup, dan
teknik relaksasi.
1)
Olahraga
teratur
Program olahraga teratur meningkatkan
tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan, dan
meningkatkan relaksasi. Selain itu, olahraga juga mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler dan meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
2)
Humor
Humor adalah terapi yang di terkenal dalam literatur umum
oleh Norman Cousins (1979). Kemampuan untuk menyerap hal – hal lucu dan tertawa
melenyapkan stres (Robinson, 1990: Dahl & O’Neal, 1993)
3)
Nutrisi
dan diet
Nutrisi
dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk aktivitas dan
meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan memberikan nutrisi ke
jaringan tubuh.
4)
Istirahat
Pola istirahat dan tidur yang tetap,
dan kebiasaan juga penting untuk menangani stres. Seseorang yang mengalami
stres harus di dorong untuk meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur.
Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh tetapi juga membantu seseorang menjadi
rileks secara mental.
5)
Teknik
relaksasi
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan
teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres.
6)
Spiritualitas
Aktivitas spiritual dapat juga
mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stres (Dahl & O’Neal, 1993).
Praktik seperti berdoa, meditasi, atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat
menjadi sumber yang bermanfaat bagi klien.
2. Adaptasi
Belajar
a. Pengertian
adaptasi belajar
Adaptasi
adalah pertama- tama, proses, dan bukan bagian fisik dari tubuh. Perbedaan
dapat di lihat dalam parasit internal (seperti kebetulan), dimana struktur
tubuh sangat sederhana, tapi tetap organisme. Yang sangat beradaptasi dengan
lingkungan yang tidak biasa. Dari sini kita melihat adaptassi yang tidak hanya
masalah sifat terlihat, dalam parasit seperti adaptasi kritis terjadi dalam
siklus hidup, yang sering cukup rumit (Adenbagus, 2010).
Adaptasi
adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespons
terhadap stres. Karena banyak stresor tidak dapat di hindari, promosi kesehatan
sering di fokuskan pada adaptasi individu, keluarga, atau komunitas terhadap
stres (Potter & Perry, 2005).
Sedangkan
belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui
jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor yang tidak
termasuk latihan (Nasution, 1995).
Belajar adalah suatu proses yang aktif.
Belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar
individu, sehingga belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari
itu, yakni mengalami perubahan tingkah laku (Riduwan, 2011)
b. Adaptasi
pembelajaran siswa berkesulitan belajar
Menurut
Suherman (2009), siswa berkesulitan belajar terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
1)
Faktor eksternal, yaitu karena kurikulum, metode, dan kurangnya motivasi
belajar. Pada siswa yang berkesulitan belajar karena faktor eksternal, biasanya
dapat di tangani oleh guru kelas/guru mata pelajaran sendiri dengan di
berikannya bimbingan secara intensif biasanya kelompok ini disebut kesulitan
belajar temporer.
2)
Faktor Internal, yaitu karena faktor psikologis atau karena terganggunya
sensorik pada otak, sedangkan siswa berkesulitan belajar karena faktor internal
biasanya penanganannya harus dibantu oleh guru pendidikan khusus atau tenaga
ahli lainnya. Biasanya siswa berkesulitan belajar karena faktor internal ini
sering di sebut juga kesulitan belajar spesifik, dengan demikian disamping oleh
guru kelas atau guru mata pelajaran siswa tersebut harus dibantu oleh tenaga lainnya
dalam memberikan layanan pendidikiannya.
Siswa berkesulitan belajar
spesifik dapat dibagi kedalam tiga jenis kesulitan belajar, diantaranya: siswa
berkesulitan membaca, siswa berkesulitan berhitung, dan siswa berkesulitan
menulis. Berdasarkan tiga jenis anak berkesulitan belajar diatas, maka
berdasarkan hasil observasi, dari ketiga kesulitan tersebut akan saling
mempengaruhi, sehingga apabila ada anak yang diidentifikasi berkesulitan dalam
membaca, maka hasil belajarnya akan mempengaruhi terhadap prestasi menulis dan
berhitungnya juga akan menurun.
Dengan
demikian adaptasi pembelajaran siswa berkesulitan belajar dalam upaya
meminimalisir hambatan belajarnya merupakan solusi alternatif yang dapat
dilakukan oleh guru kelas maupun guru mata pelajaran berdasarkan jenis
kesulitan belajar yang dihadapi para siswanya. Sehingga guru disamping dapat
meningkatkan prestasi belajar siswanya, juga akan dapat menghilangkan pengaruh
dari kesulitan yang dihadapi oleh siswanya.
c. Tujuan belajar
Menurut Santyasa (2007), belajar
merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya, tujuan belajar
itu sendiri mempunyai 3 fokus yaitu :
1)
Proses
Proses,
mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mengekspresikan apa yang
terjadi apabila siswa diasumsikan belajar nilai tersebut didasari oleh asumsi,
bahwa dalam belajar sesungguhnya siswa berkembang secara alamiah. Oleh sebab
itu, paradigma pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa kefitrahnya sebagai
manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa yang
dipresentasikan oleh guru, implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk
beralih dari konsep pendidikan berpusat pada siswa. Dalam pendidikan berpusat
pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya bagaimana membantu para
siswa melakukan revolusi kognitif. Model pmbelajaran perubahan konseptual
merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Pembelajaran
yang berfokus pada proses pembelajaran adalah suatu nilai utama melakukan
pendekatan.
2)
Transfer belajar
Transfer
belajar, mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan
hanya dapat mengingat apa yang dipelajari”. Sebagai tanda pemahaman mendalam
adalah kemampuan mentransfer apa yang dipelajari didalam situasi baru.
3)
Bagaimana belajar
Bagaimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih
penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learan). Alternatif
pencapaian learning how to learn, adalah dengan memperdayakan ketrampilan
berfikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketrampilan
berfikir.
3. Insomnia
a. Pengertian insomnia
Tidur adalah keadaan organisme
yang teratur, berulang, dan mudah dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak
bergerak dan peningkatan besar ambang respons stimuli eksternal relatif dari
keadaan terjaga (Harold, dkk, 2010; h.210).
Tidur adalah suatu perubahan
kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun.
Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang minimal. Tingkat kesadaran
yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respons
terhadap stimulus eksternal. Hal tersebut di dasarkan pada keyakinan bahwa
tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian
beraktivitas, mengurangi stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan
kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari (Imam,
2011)
Insomnia
adalah suatu keadaan ketika seorang mengalami kesulitan untuk tidur atau tidak
dapat tidur dengan nyenyak (Widya, 2010; h.13).
Insomnia
adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur (Harold, dkk, 2010;
h.216).
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa insomnia merupakan ketidak mampuan penderita
untuk memperoleh jumlah jam tidur sehingga kualitas dan kuantitas tidurnya
berkurang.
b. Gangguan macam tidur
Menurut Widya (2010),
mengatakan ada beberapa gangguan tidur yang lain yang mungkin jarang diungkap
antara lain:
1) Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan tidur
kronis yang menyerang secara mendadak pada saat yang tidak tepat, umumnya di
siang hari. Serangan ini berlangsung terutama pada waktu-waktu yang
membosankan, seperti saat rapat atau mengendarai mobil jarak jauh.
2) Hipersomnia
Hipersomnia kebalikan dari
insomnia, hipersomnia adalah gangguan tidur ketika para penderita membutuhkan
waktu tidur yang sangat banyak dari ukuran normal.
3) Sleep apnea
Sleep apnea adalah gangguan
tidur dengan kesulitan bernapas. Apnea ditandai oleh penyempitan saluran
pernafasan lebih dari 80% selama lebih dari 10 detik. Sleep apnea dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu Central Sleep Apnea (CSA), Obstructive Sleep Apnea
(OSA), dan gabungan keduanya.
4) Parasomnia
Parasomnia adalah gangguan mimpi
buruk (nightmare disorder). Mimpi buruk ditandai oleh mimpi yang lama dan
menakutkan, dari mana seseorang terbangun dalam ketakutan (Harold, dkk, 2010;
h.216-232).
c. Jenis – jenis insomnia
Berdasarkan
jangka waktu berapa lama seseorang mendapat serangan insomnia, ada tiga jenis insomnia
yang selama ini dikenal, yaitu insomnia transient (sementara), insomnia jangka
pendek, dan insomnia kronis (Widya, 2010; h.23).
1)
Insomnia transient (sementara)
Keadaan yang termasuk dalam
insomnia sementara, yakni apabila seseorang mengeluh sulit tidur berlangsung
bebe
rapa hari sampai dengan satu minggu. Insomnia sementara dapat disebabkan
oleh stres akut, jetlag, sistem pekerjaan berdasarkan shift (giliran waktu),
gangguan lain, seperti perubahan dalam lingkungan tidur (semisal pindah rumah,
tidur di tempat terbuka sehingga merasa tidak nyaman, dan sebagainya), waktu
tidur yang tidak teratur, dan depresi berat.
2)
Insomnia jangka pendek
Keadaan yang termasuk dalam
insomnia jangka pendek, yakni apabila seseorang tidak mampu tidur dengan baik
secara konsisten untuk jangka waktu antara 1 – 4 minggu. Insomnia jangka pendek
dapat di sebabkan stres yang terus menerus atau berkelanjutan, penyakit akut,
dan efek samping pengobatan.
3)
Insomnia kronis
Keadaan yang termasuk dalam
insomnia kronis, yakni apabila keluhan sulit tidur terjadi lebih dari 4 minggu.
Insomnia kronis dapat di sebabkan oleh adanya perubahan pada struktur kimia
otak dan hormon otak, dan terdapat gangguan psikiatrik (cemas/depresi).
Insomnia kronis dapat berlangsung bertahun – tahun, apalagi jika disertai
gangguan – gangguan lain.
d. Penyebab insomnia
Menurut Raf
(2004), faktor-faktor yang dapat menyebabkan insomnia yaitu:
1) Stres atau kecemasan, individu didera
kegelisahan yang dalam, biasanya karena pemikiran permasalahan yang sedang
dihadapi.
2) Depresi, selain penyebab insomnia, depresi
juga menimbulkan keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu.
3) Kelainan-kelainan kronik, kelainan tidur
(seperti tidur apnea) diabetes, sakit ginjal, arthritis, atau penyakit yang
mendadak sering kali menyebabkan tidur.
4) Efek samping pengobatan, pengobatan untuk
suatu penyakit yang dapat menjadi penyebab insomnia.
5) Pola makan yang buruk, mengkonsumsi
makanan yang berat saat sebelum pergi tidur bisa menyulitkan seseorang untuk
jatuh tidur.
6) Kurang berolahraga juga bisa menjadi
faktor sulit tidur yang signifikan.
e. Tanda – Tanda Insomnia
Serangan
insomnia sementara dapat timbul berupa kantuk dan gangguan kinerja psikomotor,
dapat di katakan mirip dengan kurang tidur. Sementara, efek insomnia kronis
bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Banyak kemungkinan yang timbul, di satu
sisi antara lain termasuk kantuk, kelelahan otot, halusinasi, dan kelelahan
mental, di sisi lain, orang yang bersangkutan sering menunjukkan peningkatan
waspada. Terdapat 15 tanda – tanda umum
apabila mendapat serangan insomnia antara lain:
1) Adanya gangguan tidur yang bervariasi dari
ringan sampai parah.
2) Sulit jatuh ke dalam fase tidur.
3) Sering terbangun di malam hari.
4) Saat terbangun sulit untuk tidur kembali.
5) Terbangun terlalu cepat.
6) Terbangun terlalu pagi.
7) Tidur yang tidak memulihkan.
8) Pikiran seolah dipenuhi berbagai hal.
9) Selalu kelelahan di siang hari.
10) Penat.
11) Mengantuk.
12) Sulit berkosentrasi.
13) Lekas marah/emosi.
14) Merasa tak pernah mendapat tidur yang
cukup
15) Sering sakit/nyeri kepala.
f.
Kerugian akibat insomnia
Menurut Widya
(2010), insomnia kerap menghinggapi
orang – orang perkotaan. Kecemasan dan stres berlebihan akibat pekerjaan di
duga menjadi salah satu biang keladinya. Meremehkan insomnia sama saja
membiarkan tubuh kita melemah sedikit demi sedikit, mengundang gangguan
kesehatan serius, dan menurunkan kualitas hidup.
1) Kerugian kesehatan fisik
Selain mempengaruhi kemampuan
tubuh melawan infeksi, tubuh juga menentukan banyak sedikitnya antibodi yang
dihasilkan tubuh setelah imunisasi. Adapun kerugian fisik akibat dari kurang
tidur atau insomnia ini di antaranya meliputi kegemukan, gangguan pada jantung,
diabetes, serta rawan mendapat kecelakaan.
2) Kerugian kesehatan psikis
Penelitian menunjukkan bahwa
kurang tidur dapat menyebabkan amygdala
(bagian otak yang bertugas memproses emosi) menjadi lebih aktif dan prefrontal
cortex (bagian tak depan) menjadi kurang aktif. Akibatnya, kita mudah emosi dan
tersinggung.
3) Kerugian dalam hidup bermasyarakat
Kekurangan tidur secara kronis
pada puncaknya akan mendorong proses penuaan lebih cepat terjadi. Sebuah studi
yang meminta respondenya mengurangi waktu tidur menemukan bahwa dengan cepat,
tubuh orang yang kekurangan tidur mengalami perubahan metabolisme dan fungsi
endokrin, termasuk peningkatan tingkat hormon kortisol (hormon stres yang bila
berlebih memicu gangguan– gangguan psikis), gangguan fungsi imun dan tiroid,
juga tanda – tanda awal diabetes. Apabila di kaitkan dengan dalam hidup
bermasyarakat, contoh kecilnya adalah dalam hal penampilan. Orang yang kurang
tidur, apalagi telah terjadi berkali-kali, akan menampilkan tampilan wajah atau
tubuh yang tidak sedar (kurang bergairah), selalu tampak lesu, dan muram (tidak
cerah).
4) Kerugian finansial
Kerugian finansial dalam hal ini
dapat di kaitkan dengan kesehatan. Ketika seseorang mengalami gangguan
kesehatan, terutama yang serius, baik itu fisik maupun psikis, dengan
sendirinya ia ataupun orang terdekatnya akan mencari pengobatan yang
diperlukan. Para peneliti Universitas Oxford Amerika Serikat menemukan satu
dari sepuluh orang yang tersiksa jarena insomnia kronis karena di perkirakan
akan lebih boros karena terlambat mengobati dan kecelakaan lainnya.
g. Batasan karakteristik insomnia
1) Efek tampak berubah
2) Tampak kurang bergairah
3) Sering membolos ( misalnya kerja, sekolah)
4) Pasien menyatakan perubahan alam perasaan
5) Pasien menyatakan perubahan status
kesehatan
6) Pasien mengatakan penurunan kualitas hidup
7) Pasien mengatakan sulit berkonsentrasi
8) Pasien mengatakan sulit tidur
9) Pasien mengatakn sulit tidur nyenyak
10) Pasien mengatakan kurang puas tidur
11) Pasien melaporkan peningkatan kecelakaan
12) Pasien mengatakan kurang bergairah
13) Pasien mengatakan sulit tidur kembali
setelah terbangun
14) Pasien mengatakan gangguan tidur yang
berdampak pada keesokan hari
15) Pasien mengatakan bangun terlalu pagi
(Sumarwati, 2009).
h. Penatalaksanaan insomnia
1) Pola hidup sehat mencegah insomnia
Menurut
Widya (2010), ada beberapa tahapan untuk memerangi insomnia. Apabila anda
merasa terserang insomnia kurang dari seminggu, cara-cara berikut ini mungkin
dapat anda terapkan sebelum pergi ke dokter.
(a) Mencari tahu dan menyelasaikan penyebab
insomnia
Karena penyebab insomnia
bagi setiap individu berbeda-beda, cara menyelesaikannya pun berbeda pula.
Misalnya stres akibat tekanan pekerjaan di dalam kantor karena harus memenuhi
target.
(b) Memerhatikan asupan makanan
Makanan adalah salah satu
cara jitu meredam stres. Secara biologis, tubuh di persenjatai dengan zat-zat
anti stres yang ada pada sistem kekebalan tubuh. Widianingsih Hastuti, ahli
nutrisi dari Uniersitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah,
mengungkapkan, bahwa zat makanan dari makanan atau minuman yang kita santap
dapat mempengaruhi konsentrasi zat kimia dalam zat pengantar saraf, yaitu
serotonin dan dopamin-norepinefrin, yang pada akhirnya memengaruhi fungsi
saraf.
Jenis-jenis makanan yang berefek menenangkan antara lain kacang-kacangan,
buah-buahan, seperti anggur, pisang, jujube, makanan berkabohidrat, seperti
jagung atau popcorn (rendah atau bebas lemak), ikan dan susu.
(c) Mengatur waktu dengan baik
Waktu untuk bekerja, lakukanlah
untuk bekerja. Waktu untuk tidur atau beristirahat, lakukanlah tidur atau
istirahat. Tidur dan bangunlah dalam periode waktu yang teratur setiap hari
karena waktu tidur yang tidak tetap akan mengacaukan waktu tidur kita
selanjutnya.
2) Belajar relaksasi
Relaksasi membantu kita untuk
menenangkan pikiran, terutama bagi penderita insomnia.
(a) Pernafasan perut
Cobalah bernafas dari
perut dan fokuskan pikiran ke setiap tarikan nafas. Cara ini bisa membantu anda
agar tetap tenang, baik siang maupun malam hari.
(b) Gambaran indah
Membayangkan situasi yang
membuat relaks dan menyenangkan akan menimbulkan rasa nyaman.
(c) Meditasi pikiran
Sebelum tidur, cobalah
fokuskan pikiran pada satu permasalahan dalam kehidupan., kemudian lepaskanlah
pikiran tersebut dengan berpikiran positif.
(d) Berolahraga teratur
Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa berolahraga teratur dapat membantu orang yang mengalami
masalah dengan tidur. Tentu saja, olahraga sebaiknya dilakukan pada pagi hari,
3-6 jam sebelum tidur dan bukan beberapa menit menjelang tidur.
i.
Terapi untuk mengatasi insomnia
Menurut widya G. (2010),
ada beberapa terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia yaitu:
1)
Sleep Restriction Therapy
Terapi ini tujuan akhirnya
adalah memperbaiki efisiensi tidur dari penderita insomnia. Terapi ini
dilakukan dengan mengurangi jatah tidur.
2)
Stimulus Control Therapy
Stimulus Control Therapy berguna
untuk mempertahankan waktu bangun pagi bagi penderita insomnia secara reguler
dengan memerhatikan waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur
pada siang hari meski hanya sesaat.
3)
Relaxation Therapy
Relaxation Therapy berguna untuk
membuat tubuh dan pikiran penderita merasa relaks saat dihadapkan pada kondisi
yang penuh ketegangan.
4)
Cognitive Control Therapy dan
Psychotherapy
Cognitive Therapy berguna untuk
mengidentifikasi sikap dan keyakinan penderita insomnia yang salah mengenai
tidur.
5)
Sleep Hygiene Therapy
Terapi ini digunakan untuk
memperbaiki hal-hal yang secara teratur dilakukan oleh penderita, yang hal-hal
tersebut justru mengganggu tidurnya.
4.
Hubungan Antara Stres Adaptasi Belajar
dengan Insomnia
Secara khusus, mahasiswa yang terbiasa
senior di lingkungan sekolah tinggi, memasuki dunia yang sepenuhnya baru sekali
mereka pergi ke universitas selain itu, sebagian besar mahasiswa yang harus
meninggalkan rumah mereka untuk belajar untuk pertama kalinya tidak hanya harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, tetapi mereka juga harus membiasakan
diri dengan yang baru. Setelah sekolah menengah kejuruan, mahasiswa masuk
universitas dan perguruan tinggi mereka langsung menghadapi situasi kehidupan
banyak sehari-hari di kampus yang berbeda dari mereka yang hadapi di sekolah
tinggi (Ming, 2009).
Penyesuaian ini baru menciptakan
situasi dimana gaya hidup mahasiswa secara alami tidak sama seperti sebelumnya.
Ini menyoroti kebutuhan untuk penelitian dan menguji stres akademik yang
dihadapi oleh mahasiswa diuniversitas dan perguruan tinggi. Dengan pengetahuan
tersebut, pendidik akan dapat lebih memperhatikan sumber stres akademik
mahasiswa dan penggunaan langkah-langkah konsling untuk membantu mahasiswa
dalam pengembangan suara tubuh mereka dan pikiran.
Menurut Wilkinson (2005),
yang menyatakan bahwa stres yang berkepanjangan yang menimbulkan rasa tertekan,
marah, frustasi atau sedih dapat berpengaruh dengan apa yang sesorang kerjakan
yaitu adaptasi belajar, hal ini bila terus terjadi dapat menimbulkan perasaan
tidak enak yang disebabkan oleh persoalan-persoalan diluar kendali kita.
Dengan timbulnya dan masalah tersebut, maka pola tidur
dapat terganggu dan menjadi kurang yang berlanjut pada insomnia. Apabila hal
ini terjadi dapat menyebabkan kurangnya kegairahan dalam hidup dan merusak
sel-sel dalam otak dan merespon keseluruh tubuh (Hidayat, 2004).
B.
Kerangka
Teori
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap
penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih
sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2009).
32
B.
Variabel Penelitian
1.
Variabel
independent (bebas) adalah variabel yang
dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada dependent
variabel (variabel terikat) (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini variabel
independent (bebas) adalah stres adaptasi
belajar.
2.
Variabel
dependent (terikat) adalah variabel respon atau output yang akan muncul sebagai
akibat dari manipulasi suatu variabel independent (Setiadi, 2007). Dalam
penelitian ini variabel dependent (terikat) adalah insomnia.
B. Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan
kerangka konsep diatas hipotesis penelitian tersebut adalah ada hubungan antara
stres adaptasi belajar dengan insomnia pada mahasiswa tingkat I di Akademi
Kebidanan An Nur Purwodadi.
C. Ruang
Lingkup Penelitian Tempat dan Waktu
Tempat dan waktu penelitian ini akan
dilaksanakan di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi. Penelitian ini dimulai pada
bulan Maret sampai bulan Juni 2012.
D. Rancangan
Penelitian
1. Desain
Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah survei analitik yang bertujuan untuk menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi dan melakukan analisis dinamika korelasi antara
fenomena baik antara faktor resiko dan faktor efek. Pendekatan penelitian ini
menggunakan cross sectional yang
menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan
dependen hanya sekali saat pengukuran (Notoatmodjo, 2005; h.145-146).
2. Populasi,
Sampel, dan Teknik Sampling
a)
Populasi
merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi
syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat I di Akademi
Kebidanan An Nur Purwodadi dengan jumlah 100 mahasiswa.
b)
Sampel
adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat
I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
Untuk menentukan jumlah sampel dengan
menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005; h.92). Sebagai berikut:
Keterangan :
n. =
Jumlah sampel
N. =
Jumlah populasi
d. =
tingkat signifikan
c) Teknik Sampling
Dalam penelitian ini menggunakan
teknik sampling Probability Sampling. Probability sampling
adalah teknik sampling yang memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota
populasi untuk dijadikan anggota sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan metode Simple Random
Sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak dimana setiap anggota
atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai
sampel (Notoatmodjo, 2010; h.119).
3.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam dalam
penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi
(Riwidikdo, 2010; h.12). Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner. Kuesioner atau angket adalah suatu cara
pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya
banyak menyangkut kepentingan umum (Notoatmodjo, 2010; h.147).
4. Instrumen
Penelitian
Instrumen penelitian yaitu suatu alat
yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati
(variabel penelitian) (Sulistiyaningsih, 2011; h.122). Alat pengumpulan data
pada penelitian ini dengan menggunakan kuesioner yaitu: kuesioner A, untuk
mengukur stres dalam adaptasi belajar pada mahasiswa Akademi Kebidanan An Nur
Purwodadi. Dimana pertanyaan kuesioner A terdiri dari 20 butir pertanyaan
dengan pilihan jawaban Ya skor (1), dan tidak skor (0). Kategori: stres berat, stres
sedang dan stres ringan
Kuesioner B, untuk mengidentifikasi
insomnia pada mahasiswa Akademi kebidanan An Nur Purwodadi. Dimana pertanyaan
kuesioner B terdiri dari 20 butir pertanyaan dengan pilihan jawaban Ya skor (1)
dan Tidak skor (0). Dengan indikator pertanyaan: insomnia berat, insomnia
sedang dan insomnia ringan.
5. Etika Penelitian
Peneliti
mengajukan usulan/proposal penelitian untuk mendapatkan rekomendasi dari
direktur Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi, dan peneliti mengajukan izin
kepada direkrtur Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi.
Setelah
mendapatkan izin dari direktur Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi, kemudian
peneliti menekankan masalah etika penelitian:
a. Lembar
persetujuan menjadi responden (informed
consent)
Lembar
persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti dan mau
menandatangi surat persetujuan bersedia menjadi responden penelitian. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan dan dampak yang
akan terjadi selama dan sesudah pengambilan data, jika responden menolak untuk
diteiti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
b. Tanpa
nama ( anonymite)
Untuk
menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada
lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi kode pada masing-masingg
lembar tersebut.
c. Kerahasian
( confidentiallity)
Kerahasian
informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok-kelompok data
tersebut saja yang akan disajikan atau dilaporkan.
6. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Pengolahan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1) Editing data
Editing
adalah pengecekan jumlah kuesioner, kelengkapan data, diantaranya
kelengkapan identitas, lembar kuesioner dan kelengkapan isian kuesioner,
sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian dapat dilengkapi oleh peneliti.
2) Coding
Coding
adalah
melakukan pemberian kode berupa angka untuk memudahkan pengolahan data. Angka
yang digunakan dalam penelitian ini adalah angka (1) untuk jawaban Ya, angka (0)
untuk jawaban Tidak.
3) Entry
data
Entry
data
merupakan suatu proses memasukkan data kedalam komputer dengan menggunakan
pengolahan data statistical program for
social (SPSS) 16.0 for windows system.
4) Tabulating
Tabulating
adalah mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan
kedalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertanyaan yang sudah diberi nilai,
hasilnya dijumlahkan dan diberi kategori sesuai dengan jumlah pertanyaan pada
kuesioner.
Proses perhitungan yang telah ditempatkan
kedalam masing- masing kategori dan disusun dalam tabel yang mudah dimengerti
yaitu stres adaptasi belajar: stres berat dengan skor (3), stres sedang dengan
skor (2), dan stres ringan dengan skor (1). Sedangkan pada insomnia berat
dengan skor (3), insomnia sedang dengan skor (2), insomnia ringan dengan skor
(1).
b. Analisis
Data
1)
Analisis univariat
Analisis univariat adalah analisis
yang dilakukan terhadap tiap variabel penelitian secara individu. Pada
penelitian ini, analisis univariat akan menghasilkan distribusi frekuensi yang
memberi gambaran mengenai jumlah dan presentase. Analisis univarat dilakukan
untuk menganalisa variabel independen dan variabel dependen.
2)
Analisis bivariat
Analisis
bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik
berupa komperatif, sosiatif maupun korelatif. Analisis bivariat dilakukan untuk
menganalisis antara satu variabel bebas dengan variabel terikat (Saryono,
2009). Analisis ini digunakan apabila hendak mengetahui korelasi antara dua
variabel, yang satu terbentuk variabel continue, sedangkan yang lain variabel
terbentuk terkritik murni (Arikunto, 2006).
Dalam analisis ini dilakukan
dengan uji korelasi spearman Rho (p)
Keterangan:
N =
jumlah data
d = beda
antara ranking pasangannya
Setelah data dianalisis secara
bivariat, maka data akan dimasukkan kedalam komputer untuk diolah dengan SPSS for windows 16.0. Menurut Sugiyono
(2007), pengolahan data dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel maka
digunakan nilai probabilitas dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0.05), dikatakan
ada hubungan apabila p > 0.05 dan p Value < 0.05 berarti hipotesis
ditolak, sehingga ada hubungan antara stres adaptasi belajar dengan insomnia di Akademi Kebidanan Annur Purwodadi dan ditentukan
berdasarkan tabel interpretasi koefisien korelasi.
Tabel
3.2 Interpretasi koefisien korelasi (Riduwan, 2010; h.138)
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran
Umum Lokasi Penelitian Geografi dan Demografi
Penelitian ini dilaksanakan di Akademi
Kebidanan An Nur Purwodadi yang terletak di Jl. Gajah Mada no. 7 Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten
Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi memiliki 18
dosen pengajar dan 384 mahasiswa, yang terdiri dari tingkat I 100 mahasiswa,
tingkat II 135 mahasiswa, tingkat III 109 mahasiswa dan program khusus 40 mahasiswa.
Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi
memiliki 2 program studi yaitu Reguler dan Program Khusus, untuk menunjang
pembelajaran terdapat laboratorium Kebidanan (ANC, APN, KDPK, Anak, Rooming
In), laboratorium Komputer, laboratorium Bahasa, perpustakaan, ruang kelas, mading dan
lapangan olahraga.
B. Hasil
Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan tanggal
30 – 31 Mei 2012. Responden yang didapatkan adalah sejumlah 80 responden.
Adapun hasil penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut :
1.
Analisa Univariat
a. Stres
adaptasi belajar
Tabel 4.1 Distribusi Responden
berdasarkan Stres Adaptasi Belajar pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi
Kebidanan An Nur Purwodadi Bulan Mei 2012
Berdasarkan tabel 4.1 diatas
didapatkan bahwa mahasiswa paling banyak mengalami stres adaptasi belajar sedang
sebesar 52 responden (65%), dan paling sedikit mengalami stres adaptasi belajar
berat sebesar 9 (11,25%).
a.
Insomnia
Tabel 4.2 Distribusi Responden
Berdasarkan Insomnia pada Insomnia Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur
Purwodadi Bulan Mei 2012
Berdasarkan tabel 4.2 diatas
didapatkan bahwa mahasiswa paling banyak mengalami insomnia jangka pendek
sebesar 54 responden (67,5%), dan paling sedikit mengalami insomnia kronis sebesar
13 responden (16,25%).
1.
Analisa Bivariat
a.
Uji Korelasi Stres Adaptasi
Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa
Tabel 4.3 Uji Korelasi Stres Adaptasi
Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa
Bedasarkan
tabel 4.3 diatas menyatakan bahwa mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar
ringan dengan insomnia kronis sebanyak 2 (2,5%) mahasiswa, lebih sedikit
dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar ringan dengan
insomnia jangka pendek sebanyak 10 (12,5%) dan lebih besar dibandingkan mahasiswa
yang mengalami stres adaptasi belajar ringan dengan insomnia transient sebanyak
7 (8,8%) mahasiswa. Mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar sedang
dengan insomnia kronis sebanyak 9 (11,2%), lebih sedikit dibandingkan mahasiswa
yang mengalami stres adaptasi belajar sedang dengan insomnia jangka pendek
sebanyak 37 (46,2%), dan lebih besar dibandingkan mahasiswa yang mengalami
stres adaptasi belajar sedang dengan insomnia transient sebanyak 6 (7,5%).
Sedangkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar berat dengan insomnia
kronis sebanyak 2 (2,5%), lebih sedikit dibandingkan mahasiswa yang mengalami
stres adaptasi belajar berat dengan insomnia jangka pendek sebanyak 7 (8,8%),
dan lebih besar dibandingkan mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar
berat dengan insomnia transient sebanyak 0 (0%) mahasiswa. Dari hasil diatas
maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata mahasiswa tingkat I di Akademi Kebidanan
An Nur Purwodadi mengalami stres adaptasi belajar sedang dengan insomnia jangka
pendek.
a.
Uji Korelasi Spearman Rho
C. Pembahasan
1. Analisa
Univarat
a.
Stres
Adaptasi Belajar pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi
Berdasarkan
hasil penelitian tentang stres adaptasi belajar yang berhubungan dengan
insomnia diperoleh hasil mahasiswa yang mengalami stres adaptasi belajar ringan
19 (23,75%), stres adaptasi belajar sedang sebesar 52 (65%) dan yang menderita
stres adaptasi belajar berat sebesar 9 (11,25%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian
besar mahasiswa tingkat I mengalami stres adaptasi belajar sedang.
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang (Smallcrab, 2008). Stres yang tidak mampu
dikendalikan dan diatasi oleh individu akan memunculkan dampak negatif. Dampak
negatif pada mahasiswa secara kognitif antara lain sulit berkonsentrasi, sulit
mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Dampak negatif secara
emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih,
kemarahan, frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara
fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun
terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia.
Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas
kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan
mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi (Bahrul, 2011;
h.5).
Berdasarkan hasil jawaban pertanyaan yang
diberikan pada responden bahwa responden yang menyatakan mengalami pusing
sejumlah 55 responden (68,75%), mudah bingung sebanyak 43 responden (53,75%),
sering nyeri ulu hati sejumlah 36 responden (45%), kehilangan nafsu makan
sejumlah 43 responden (53,75%), sulit berkomunikasi sejumlah 37 responden (46,25%),
tidak mampu mengambil keputusan sejumlah 46 responden (57,5%), sering gelisah
sejumlah 53 responden (66,25%), sering marah sejumlah 52 responden (65%),
sering melamun sejumlah 49 responden (61,25%), tidak mudah percaya pada orang
lain sejumlah 35 responden (43,75%), sering tidak tenang sejumlah 62 responden
(77,5%).
Berdasarkan teori stres (Selye, 1956 dalam
Miller, 2004), stres merupakan respon umum terhadap adanya tuntutan pada tubuh.
Akibat tuntutan tersebut diharuskan tubuh melakukan penyesuaian diri sehingga
keseimbangan tubuh tidak terganggu. Stimuli yang mengawali atau mencetuskan
perubahan disebut stressor (Perry
& Potter, 2005). Stres
dapat terjadi dimanapun dan pada siapapun, juga pada mahasiswa. Mahasiswa
dengan kesulitan menyesuaikan diri dapat merupakan stressor tersendiri yang
akan menghambat proses belajar. Keberhasilan proses belajar mengajar sebagai
tujuan utama pendidikan tidaklah semata – mata ditentukan oleh faktor – faktor
yang bersifat akademik, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor
non akademik. Dalam faktor non akademik dapat bersifat ekstrenal maupun
internal. Faktor eksternal dapat berupa dukungan maupun hambatan lingkungan,
fasilitas, sistem sosial ekonomi, kondisi alam dan sebagainya. Adapun faktor
internal dapat berupa kondisi kesehatan jasmani maupun kondisi kesehatan psikis
atau emosional. Faktor internal memegang peranan yang paling menentukan dalam
keberhasilan proses belajar mengajar karena kesehatan psikis seorang mahasiswa
dapat berubah dengan adanya perubahan lingkungan (Sumarni 1998 dalam Tyas 2009;
h.1).
b.
Insomnia pada Mahasiswa Tingkat
I di Akademi Kebidanan
An
Nur Purwodadi
Dari hasil
analisa didapatkan frekuensi responden yang mengalami insomnia ringan 13 (16,25%),
insomnia sedang 54 (67,5%) dan insomnia
berat 13 (16,25%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa tingkat I
mengalami insomnia sedang.
Tidur
merupakan kebutuhan dasar dari setiap kehidupan dan banyak diinginkan, bahkan
dibutuhkan oleh hampir setiap orang yang hidup di dunia (Fitri, 2011). Tidur adalah
keadaan organisme yang teratur, berulang, dan mudah dibalikkan yang ditandai
oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan besar ambang respons terhadap
stimuli eksternal relatif dari keadaan terjaga (Harold, dkk, 2010).
Insomnia merupakan kesulitan memulai dan
mempertahankan tidur, atau persepsi kualitas tidur yang buruk. Insomnia
dipengaruhi oleh stres yang cukup tinggi, di antaranya adalah mahasiswa stres
karena tugas belajar mereka yang begitu banyak. Dari itu tampak kalau mahasiswa
mengalami stres yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas belajar mereka.
Pada akhirnya banyak dari mahasiswa yang sedang belajar mengalami stres dan
akibatnya terkena insomnia. Mahasiswa dalam belajar menjadi individu yang
rentan terhadap gangguan tidur atau insomnia sehingga strespun tidak dapat
dihindari (Imam, 2011; h.5).
Insomnia
memiliki dampak yang negative antara lain kerugian kesehatan fisik, kerugian
kesehatan psikis, kerugian dalam hidup bermasyarakat dan kerugian finansial
(Widya, 2010). Hasil dari penelitian ini mahasiswa yang mengalami kelelahan
sebanyak 52 responden (65%), sulit berkonsentrasi sebanyak 48 responden (60%),
sering terbangun pada malam hari 47 responden (58,75%), sering terbangun dan
tidak bisa tidur lagi sebanyak 45 responden (56,25%), dan kurang bergairah saat
bangun tidur sebanyak 52 responden (65%).
2.
Analisa Bivarat
Hubungan Stres Adaptasi Belajar dengan
Insomnia pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi
Hal
ini sesuai dengan pendapat imam (2011), yang menyatakan bahwa Insomnia dipengaruhi oleh
stres yang cukup tinggi, di antaranya adalah mahasiswa stres karena tugas
belajar mereka yang begitu banyak. Dari itu tampak kalau mahasiswa mengalami
stres yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas belajar mereka. Pada akhirnya
banyak dari mahasiswa yang sedang belajar mengalami stres dan akibatnya terkena
insomnia.
Menurut Widya (2010), menyatakan bahwa masalah psikologis
dapat menyebabkan terjadinya insomnia dan telah ditemukan bukti penelitian
bahwa insomnia sebagai teman yang muncul bersamaan dengan kecemasan, depresi
dan stres. Peneltian yang dilakukan oleh Eric Johson di Carolina Utara pada
Research Triangle Institute Internasional tahun 2006, mengungkapkan bahwa
setengah dari remaja yang pernah mengalami gangguan insomnia didapati
mengembangkan gangguan psikiatri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini
bahwa sebagian besar mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi
mengalami stres adaptasi belajar sedang yang dapat menyebabkan terjadinya
insomnia sedang.
Menurut
Wilkinson (2005), yang menyatakan bahwa stres yang berkepanjangan yang
menimbulkan rasa tertekan, marah, frustasi atau sedih dapat berpengaruh dengan
apa yang seseorang kerjakan yaitu adaptasi belajar, hal ini bila terus terjadi
dapat menimbulkan perasaan tidak enak yang disebabkan oleh persoalan-persoalan
diluar kendali kita.
Dengan
timbulnya masalah tersebut, maka pola tidur dapat terganggu dan menjadi kurang
yang berlanjut pada insomnia. Apabila hal ini terjadi dapat menyebabkan
kurangnya kegairahan dalam hidup dan merusak sel-sel dalam otak dan merespon
keseluruh tubuh (Hidayat, 2004).
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian
yang berjudul “Hubungan Stres Adaptasi
Belajar dengan Insomnia pada Mahasiswa Tingkat I di Akademi Kebidanan An Nur
Purwodadi.” sebagai berikut :
1.
Stres Adapatsi Belajar pada
mahasiswa tingkat I sebagian besar memiliki stres sedang sebanyak 52 mahasiswa
(65%) dari 80 orang responden
B. Saran
Mahasiswa
tingkat I Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi hendaknya dapat mengatasi stres
yang dialami karena begitu banyaknya dampak negative yang ditimbulkan yaitu
dengan berolahraga teratur, humor, memenuhi nutrisi, melakukan teknik
relaksasi, istirahat yang cukup, melakukan aktivitas-aktivitas spiritual dan
meningkatkan koping
Harrah's Cherokee Casinos & Resorts - Mapyro
BalasHapusGet directions, reviews and information for 제주 출장마사지 Harrah's 광양 출장안마 Cherokee 논산 출장샵 Casinos & Resorts in Cherokee, 서귀포 출장안마 NC. Harrah's Cherokee Casinos & Resorts 의정부 출장마사지 - Mapyro